Artikel : Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits
Shalatnya Orang Yang Shalat Fardhu di Belakang Orang Yang Shalat Sunnah
Rabu, 18 September 24

Pertanyaan

Saya punya teman yang sedang shalat sunnah setelah Maghrib di masjid, lalu ada seseorang masuk masjid dan ia mengira bahwa orang tadi shalat Maghrib, lalu ia langsung mengikutinya, dan teman saya tidak tahu apa yang ia lakukan, karena ia sedang shalat sunnah, dan ia tahu bahwa ada seseorang yang datang lalu mengikutinya dengan niat berjama’ah shalat Maghrib. Teman saya tetap berdiam di masjid setelah shalat, dan pada saat orang tersebut selesai dari shalatnya, teman saya bertanya, kenapa anda tidak mengeraskan bacaan shalat padahal shalat Maghrib, teman saya memberitahukan kepadanya bahwa ia sedang shalat sunnah Maghrib, dan karenanya tidak mengeraskan bacaan. Apakah memungkinkan anda jelaskan dengan dalil apa yang wajib untuk dikerjakan pada sikap seperti itu ?

Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Tidak masalah orang sholat fardhu menjadi makmum orang yang shalat sunnah, karena telah ditetapkan riwayatnya bahwa Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu pernah shalat Isya’ bersama Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam, kemudian beliau kembali ke kaumnya, lalu menjadi imam bagi kaumnya, maka baginya sebagai shalat sunnah dan bagi mereka shalat fardhu.

Dari Jabir bin Abdullah rahimahullah bahwa Mu’adz bin Jabal radhiyallahu a’nhu, beliau shalat fardhu bersama Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam. Kemudian beliau mendatangi kaumnya lalu shalat dengan mereka. Lalu ia membaca surat Al Baqarah…lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


ÇöÞÑóÃú (æóÇáÔøóãúÓö æóÖõÍóÇåóÇ) æó (ÓóÈøöÍö ÇÓúãó ÑóÈøößó ÇáúÃóÚúáóì) æóäóÍúæóåóÇ


”Bacalah (surat Asy Syams), dan (surat Al A’la) dan yang serupa dengannya”. (HR. Bukhori: 5755) dan Muslim (465).

An Nawawi berkata :

”Dalam hadits ini menunjukkan, dibolehkannya shalat fardhunya seseorang menjadi makmum orang yang shalat sunnah; karena Mu’adz telah melaksanakan shalat fardhu dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka gugur kewajiban shalat fardhunya, kemudian ia shalat keduanya dengan kaumnya, shalat kedua ini baginya sunnah, dan bagi mereka fardhu, dan telah ada riwayat jelas seperti ini di selain “Muslim” dan hal ini boleh menurut Syafi’i rahimahullah dan yang lainnya”. Selesai. (Syarah Muslim: 4/181)

Kedua:

Tidak masalah orang yang shalat memulai shalatnya sendirian, lalu menjadi imam setelah diikuti orang lain.

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata:


ÈöÊøõ ÚöäúÏó ÎóÇáóÊöí ÝóÞóÇãó ÇáäøóÈöíøõ Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó íõÕóáøöí ãöäó Çááøóíúáö ÝóÞõãúÊõ ÃõÕóáøöí ãóÚóåõ ÝóÞõãúÊõ Úóäú íóÓóÇÑöåö ÝóÃóÎóÐó ÈöÑóÃúÓöí ÝóÃóÞóÇãóäöí Úóäú íóãöíúäöåö .


”Saya pernah bermalam di rumah bibi saya, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri pada sebagian malam, lalu aku berdiri ikut shalat bersama beliau, dan aku berdiri di sebelah kiri beliau, lalu beliau memegang kepala saya, dan menjadikanku berdiri di sebelah kanan beliau”. (HR. Bukhori: 667 dan Muslim: 763)

Dan Imam Bukhori telah menjadikan bab dengan ucapan : “Bab Jika Imam Tidak Berniat Menjadi Imam, Lalu Datang Suatu Kaum Menjadikannya Imam”.

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu berkata:


ßóÇäó ÑóÓõæúáõ Çááåö Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó íõÕóáøöí Ýöí ÑóãóÖóÇäó ÝóÌöÆÊõ ÝóÞõãúÊõ Åöáóì ÌóäúÈöåö ¡ æóÌóÇÁó ÑóÌõáñ ÂÎóÑõ ÝóÞóÇãó ÃóíúÖðÇ ÍóÊøóì ßõäøóÇ ÑóåúØÇð ¡ ÝóáóãøóÇ ÃóÍóÓøó ÇáäøóÈöíøõ Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó ÃóäøóÇ ÎóáúÝóåõ ÌóÚóáó íóÊóÌóæøóÒó Ýöí ÇáÕøóáóÇÉö


”Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat di bulan Ramadhan, lalu aku datang dan berdiri di sebelah beliau, dan ada orang lain datang dan berdiri juga sampai kami menjadi sekelompok, ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa bahwa kami ada di belakang beliau, maka beliau lebih mempercepat shalat…”. (HR. Muslim: 1104)

Sebagian ulama berkata akan bolehnya melakukan hal ini pada shalat sunnah tidak pada shalat wajib, namun yang benar adalah tetap sah pada keduanya.

Syeikh Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:

“Yang benar adalah bolehnya hal itu dalam shalat fardhu dan sunnah”. Selesai. (Majmu’ Fatawa: 2/258)

Syeikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata:

”Akan tetapi yang benar adalah hal itu sah pada shalat fardhu dan shalat sunnah, adapun pada shalat sunnah telah ada secara tekstual, dan pada shalat wajib karena apa yang telah ditetapkan pada shalat sunnah ada juga pada shalat fardhu, kecuali dengan dalil”. (As Syarhu Al Mumti’: 2/304)

Ketiga:

Jika makmum masuk pada seseorang yang sebelumnya ia mulai sebagai shalat sunnah, sebagaimana dalam gambaran soal yang ditanyakan, maka imam tersebut diberikan pilihan untuk membaca keras atau lirih, adapun jika ia telah berniat sholat dari awalnya sebagai imam, maka ia keraskan bacaannya, berdasarkan hadits Mu’adz radhiyallahu ‘anhu sebelumnya.

wallhu'alam



Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatkonsultasi&id=4236